Oknum Anggota Polda Jabar Diduga Kongkalingkong Kriminalisasi Organisasi Pers

ozone
Jumat, Agustus 08, 2025 | 23:16 WIB Last Updated 2025-08-08T17:32:20Z

Bandung
- Sejumlah awak media yang tergabung di Forum Wartawan Jaya (FWJ) Indonesia DPD Provinsi Jawa Barat mendapatkan berbagai ancaman intimidasi dan mengarah kriminalisasi oleh sejumlah oknum unit V Subdit 1 Kemnag Ditreskrimum Polda Jawa Barat. Hal itu dikatakan Tony Maulana selaku ketua FWJ Indonesia Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Provinsi Jawa Barat, Jumat (08/82025).

Sebelumnya, FWJ Indonesia atau yang disingkat FWJI Jabar bersama Kantor Hukum Hendri Rivai membantu ahli waris Alm. H. Satibi untuk menyelesaikan permasalahan tanah yang terletak di Jalan Sukanegla No. 42B, Antapani Kulon, Kota Bandung. Berdasarkan dokumen yang telah diperiksa dan memiliki kekuatan hukum dengan legalisir surat C desa Kohir 913 Persil 3a SII dan ditunjuk langsung letaknya oleh Ajang selaku Kasi Pemerintahan Kelurahan Antapani Wetan bahwa keberadaan tanah tersebut sedang proses pembuatan warkah. 

Persoalan tarik menarikpun terjadi. Muncul lah pengklaiman atas nama Nyonyo Wibisana sebagai pemilik tanah. Entah darimana asalnya Wibisana mengaku-ngaku tanah waris surat C desa Kohir 913 Persil 3a SII adalah miliknya. Padahal SHM atas yang dibuat Nyonyo Wibisana beda Kohir Persil dari kepemilikan Hak Waris Almarhum Haji Satibi. Bahkan Nyonyo mengakui memiliki 4 SHM keluaran tahun 1984 yang patut diduga Palsu.

Proses pengujian kepemilikan tanah itu pun ditempuh pihak ahli waris. Nyonyo Wibisana telah beberapa kali diundang dalam pertemuan mediasi baik tingkat kelurahan hingga Pemerintah Kota Bandung yang dipimpin oleh Asda 1 Asep Gufron.

Anehnya Nyonyo Wibisana yang diduga tidak memiliki keabsahan atas tanah itu dan hanya mengaku-ngaku sebagai pemilik tanah malah memboyong sejumlah oknum anggota Polri dari kesatuan Polda Jabar kelokasi tanah tanpa adanya surat undangan klarifikasi sebelumnya dengan alasan perintah atasan untuk cek lokasi.

"Pihak pelapor yakni Nyonyo Wibisana  pada 16 Mei 2025 bersama sama dengan para oknum polisi menggeruduk kami yang sedang di lokasi tanah milik ahli waris H. Satibi. Dugaan kami kuat bahwa dia dikawal segerombolan oknum polisi Polda Jabar untuk lakukan intimidasi dan kriminalisasi terhadap kami. Mereka menyerobot masuk dan parahnya oknum dari Unit V Subdit 1 Ditreskrimum Polda Jabar ikut merangksek kedalam tanpa menunjukan surat perintah, sehingga patut diduga prilaku mereka luar prosedur," kata Tony.

Menurut Tony, Unit V Subdit 1 Ditreskrimum Polda Jabar diduga menyalahi prosedur dan etik kepolisian.

Dia menyebut Nyonyo Wibisana melaporkan ahli waris dan kawan-kawan FWJI Jabar dengan tuduhan pasal 385 KUHP dan atau pasal 167 KUHP terkait dugaan penyerobotan tanah, sedangkan objek tanah tersebut dikuasai oleh Kantor Hukum Hendri Rivai selaku kuasa hukum dari ahli waris H. Satibi yang juga selaku Penasehat Hukum FWJI Jabar. 

"Kalau dilihat dari laporan dia itu telah diterima SPKT dan penyidik ya atas dugaan penyerobotan tanah. Disinj dapat kita bongkar bahwa penyidik dengan mudah menerima laporan polisi tanpa adanya bukti-bukti kuat sehingga kami simpulkan mereka mengangkangi perma Nomor 1 Tahun 1956," jelas Tony.

Lanjutnya, laporan polisi terkait pasal 385 KUHP dan 167 KUHP diterima dan diteruskan penyelidikan oleh kepolisian padahal dikatakan Tony, pihaknya sudah pernah menanyakan hal tersebut dan sampai dengan berita ini diterbitkan tidak pernah ada jawaban dari penyidik Polda Jabar.

Undangan Bukan Kepada Forum Tapi Ke Personal Wartawan

Selain itu, undangan klarifikasi yang diterbitkan Unit V Subdit 1 Ditreskrimum Polda Jabar yang ditandatangani langsung oleh Kasubdit 1 AKBP Hendra Veno a.n Dirreskrimum Polda Jabar kepada personal wartawan/awak media FWJI Jabar tidak menyertakan forum di dalam surat dan tidak menyertakan kantor hukum Hendri Rivai. 

Bukti Kepemilikan Pelapor Diduga Belum Diuji Keaslian Oleh Polisi

Penyelidik IPDA Muhammad Topa ketika dikonfirmasi terkait sejumlah kejanggalan prosedur hukum yang dijalankan pada oknum anggota Polda Jabar menyebut jika ada yang keberatan silahkan komplain kebagian Bidkum Polda Jabar. 

"Kami sempat pertanyakan SOP kinerja unit V Subdit 1 Ditreskrimum Polda Jabar, namun jawabnya sperti itu. Kalau pa Tony komplain silahkan ada bagian bidkum silahkan ada jalurnya kang nanti saya yg merapat kebidkum untuk penjelasan sda. 'Silahkan aja kang kita ada bagian untuk hal hal yg ditanyakan ku pa toni" Tambah Topa (teks sesuai copast WA di nomor +62 812-2521-xxxx), "Tulis Ipda Topa. 

Ipda Topa juga tidak dapat menjawab secara relevan ketika ditanya keaslian bukti kepemilikan pelapor yang tertera tahun 1984.

"Jangan sampai ada kongkalikong mafia tanah dengan oknum kepolisian Polda Jabar. Dan kami akan terus berupaya mengkonfirmasi Dirreskrimum Polda Jabar Kombes Pol. Surawan yang selama ini bungkam. Kami juga bersama Kantor Hukum Hendri Rivai akan propamkan para oknum yang diduga melanggar etik kepolisian apabila terdapat penyalahgunaan wewenang," tegasnya. 

Sebagai edukasi bagi masyarakat bersumber dari https://wahyudisinuraya.com/memahami-undangan-klarfikasi-dari-kepolisian-republik-indonesia/ bahwa dalam ketentuan KUHAP, tidak ditemukan istilah “undangan klarifikasi” Ketentuan itu dapat dirujuk dalam Pasal 112 ayat (1) KUHAP yang berbunyi:

(1) Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut.

Selain itu, Pasal 227 KUHAP juga mengatur mengenai pemanggilan. 

Istilah “undangan klarifikasi” juga tidak ditemukan dalam ketentuan Peraturan Kepala Kepolisian (Perkap), baik dalam Perkap Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana maupun Perkap Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana. Oleh karena itu, muncul pertanyaan: apa dasar hukum yang digunakan kepolisian dalam mengirimkan “undangan klarifikasi” kepada terlapor? Apa yang melatarbelakangi munculnya istilah tersebut dalam proses penyelidikan dan penyidikan?

Undangan klarifikasi yang dikirimkan oleh kepolisian kepada terlapor dapat memiliki dua makna.

Pertama, sebagai bentuk ultimum remedium. Dalam konteks ini, undangan klarifikasi bertujuan untuk menggali kebenaran laporan sebelum ditingkatkan ke tahap penyelidikan atau penyidikan. Penyidik mencari second opinion atas peristiwa hukum yang dilaporkan. Dengan kata lain, penyidik tidak serta-merta memanggil seseorang sebagai saksi atau tersangka, tetapi terlebih dahulu mengumpulkan informasi tambahan atau alat bukti untuk memastikan posisi kasus yang ditangani. 

Jika dalam proses klarifikasi ini tidak ditemukan keyakinan atau alat bukti yang cukup, maka penyidik dapat menghentikan kasus tanpa harus meningkatkan statusnya ke tahap penyidikan.

Dan yang kedua sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang.

Disisi lain menurut Tony, undangan klarifikasi dapat menjadi ajang tindakan penyidik yang tidak profesional. Dalam beberapa kasus, proses klarifikasi digunakan untuk menekan terlapor dan bahkan menjadi alat negosiasi tertentu di luar jalur hukum (bargaining).

Jika penyidik tidak menjalankan tugasnya sesuai prosedur hukum yang berlaku, maka praktik ini berpotensi bertentangan dengan asas due process of law dan dapat mengarah pada penyalahgunaan kewenangan (abuse of power).

Dalam Pasal 56 Perkap Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, disebutkan bahwa penyidik dapat memanggil seseorang guna dimintai keterangan, baik secara lisan maupun tertulis, tanpa paksaan. Namun, ketentuan ini tidak secara eksplisit menyebut istilah “undangan klarifikasi”. 

Oleh karena itu, dasar hukum undangan klarifikasi masih dipertanyakan dan tidak sejalan dengan asas hukum yang berlaku, seperti lex scripta (hukum harus tertulis) dan lex certa (hukum harus jelas).

Sumber: FWJ Indonesia DPD Jabar



Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Oknum Anggota Polda Jabar Diduga Kongkalingkong Kriminalisasi Organisasi Pers

Trending Now